BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
belakang
Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari.
Masyarakatnya masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka. Mereka menolak
intervensi dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak kelestarian kampung
tersebut. Namun, asal mula kampung ini sendiri tidak memiliki titik terang. Tak
ada kejelasan sejarah, kapan dan siapa pendiri serta apa yang melatarbelakangi
terbentuknya kampung dengan budaya yang masih kuat ini. Warga kampung Naga
sendiri menyebut sejarah kampungnya dengan istilah "Pareum Obor".
Pareum jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yaitu mati, gelap. Dan obor
itu sendiri berarti penerangan, cahaya, lampu. Jika diterjemahkan secara
singkat yaitu, Matinya penerangan. Hal ini berkaitan dengan sejarah kampung
naga itu sendiri. Mereka tidak mengetahui asal usul kampungnya. Masyarakat
kampung naga menceritakan bahwa hal ini disebabkan oleh terbakarnya arsip/
sejarah mereka pada saat pembakaran kampung naga oleh Organisasi DI/TII
Kartosoewiryo. Pada saat itu, DI/TII menginginkan terciptanya negara Islam di
Indonesia. Kampung Naga yang saat itu lebih mendukung Soekarno dan kurang
simpatik dengan niat Organisasi tersebut. Oleh karena itu, DI/TII yang tidak
mendapatkan simpati warga Kampung Naga membumihanguskan perkampungan tersebut
pada tahun 1956.
1.2.Rumusan
masalah
1.
Apa yang diketahui tentang kampung naga?
2.
Apa saja adat istiadat dan budaya yang
ada dikampung naga?
1.3.Tujuan
masalah
1.
Menjelaskan tentang kampung naga.
2.
Menjelaskan adat istiadat dan budaya
kampung naga.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Kampung naga
Kampung
Naga merupakan
suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat
dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah
adat Sunda. Seperti
permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek kajianantropologi mengenai
kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa peralihan dari pengaruh Hindu
menuju pengaruh Islam di Jawa Barat. Kampung Naga juga merupakan salah satu
dari kampung yang masih memegang tradisi dan adat istiadat leluhur, namun bisa
hidup berdampingan dengan kehidupan masyarakat lain yang lebih modern. Kampung
Naga memang memiliki keunikan tersendiri. Melihat dari dekat kehidupan
sederhana dan bersahaja yang masih tetap lestari di tengah peradaban modern.
Kampung naga merupakan salah satu kampung adat dari sekian
kampung-kampung adat yang ada di Jawa barat dan masih tetap melestarikan
kebudayaan dan adat leluhurnya. Kampung Naga sendiri terletak di Desa Neglasari
Kecamatan Salawu kabupaten Tasikmalaya yang tepatnya berada di antar jalan raya
yang menghubungkan antara daerah Garut dengan Tasikmalaya dan berada tepat di
sebuah lembah yang subur yang dilalui oleh sebuah sungai bernama sungai Ciwulan
yang bermata air di Gunung Cikuray Garut. Jarak dari Kampung Naga ke kota
Tasikmalaya sendiri sekitar 30 km. untuk mencapai kampung Naga yang penduduknya
memeluk agama Islam ini harus melalui medan jalan yang lumayan terjal yakni
harus menuruni anak tangga hingga sungai Ciwulan dengan kemiringan tanah
sekitar 45 derajat.
2.2.Adat istiadat dan budaya kampung naga
Setiap Kampung, Desa, Negara,bahkan dalam
satu kepala keluarga mempunyai budaya dan adat yang digunakan untuk mengikat
anggotanya agar tetap mematuhi peraturan dan hidup berada sesuai jalan yang
benar sesuai dengan norma yang berlaku. Kampung Naga yang beretnis sunda memang
mempunyai beberapa kesamaan dengan adat istiadat orang sunda di tempat lain
seperti menghormati dan mendahului apa yang dikatakan seorang Ayah, makan
lesehan, menggunakan bahasa sunda yang halus dalam percakapan lintas generasi.
Beberapa yang berbeda di kampung naga seperti Kampung Naga
merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari. Masyarakatnya masih memegang
adat tradisi nenek moyang mereka. Mereka menolak intervensi dari pihak luar
jika hal itu mencampuri dan merusak kelestarian kampung tersebut. Namun, asal
mula kampung ini sendiri tidak memiliki titik terang. Menurut
kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan
nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang
datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak
dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut
dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak
menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka.
A. Sejarah kampung naga
Sejenak
mungkin terlintas dalam pikiran kita, barangkali ketika mendengar nama Kampung
Naga. Ternyata bentuk asli dari kampung tersebut sangat berbeda dengan namanya,
dan gambaran kita tentang hal-hal yang berbau naga, karena tak satupun naga
yang berada di sana. Nama Kampung Naga tu sendiri ternyata merupakan suatu
singkatan kata dari Kampung diNa Gawir ( red. bahasa
sunda ) yang artinya adalah merupakan kampung yang berada di lembah
yang subur. Kampung Naga adalah sebuah kampung kecil, yang para penduduknya
patuh dan menjaga tradisi yang ada, hal inilah yang membuat kampung ini unik
dan berbeda dengan yang lain. Tak salah jika kampung ini menjadi salah satu
warisan budaya Bangsa Indonesia yang patut dilestarikan.
Nenek moyang
Kampung Naga Sendiri konon adalah Eyang Singaparna yang makamnya sendiri
terletak di sebuah hutan di sebelah barat Kampung Naga. Yang membuat Kampung
Naga ini unik adalah karena penduduk ini seperti tidak terpengaruh dengan
modernitas dan masih tetap memegang teguh adat istiadat yang secara turun
temurun. Kepatuhan warga Sanaga ( red. Warga asli kampung Naga ) dalam
mempertahankan upacara – upacara adat, termasuk juga pola hidup mereka yang
tetap selaras dengan adapt leluhurnya seperti dalam hal religi da upacara, mata
pencaharian, pengetahuan, kesenian, bahasa dan tata cara leluhurnya. Masyarakat
Kampung Naga memilki tempat-tempat larangan yaitu : 2 hutan larangan, sebelah
Timur dan Barat, tempat ini tidak boleh dimasuki oleh seorangpun kecuali pada
waktu upacara atau berziarah. Ada satu buah bangunan yang dianggap keramat
yaitu “Bumi Ageung” yaitu tempat pelaksanaan rutinitas upacara adat, tempat ini
tidak boleh dimasuki kecuali oleh Ketua Adat atau Kuncen. Hari yang diagungkan
masyarakat Kampung Naga diantaranya hari Selasa, Rabu dan Sabtu.Pada hari itu
masyarakat dilarang untuk menceritakan asal usul atau sejarah mengenai Kampung
Naga dan pada bulan Syafar tidak boleh melaksanakan upacara adat atau
berziarah. Dalam pembangunan rumah-rumah diatur sedemikian rupa yaitu dengan membujur
Timur Barat menghadap ke Selatan, setiap rumah harus saling berhadapan untuk
menjaga kerukunan antar warga. Praktek pembangunannya pun mempunyai wawasan
lingkungan yang futuristik, baik secara fisik, sosial, ekonomi maupun budaya.
B. Kepemimpinan
Kepala Desa
Di kampung Naga sendiri memiliki dua kepemimpinan, yaitu kepemimpinan
formal dan kepemimpinan informal. Kepemimpinan formal berdasarkan pemilihan
rakyat dan disahkan oleh pemerintah yaitu ketua RT dan ketua RW.
Sedangkan kepemimpinan informal yaitu kepala adat atau yang biasa disebut
dengan “kuncen” yang bertugas sebagai pemangku adat dan pemimpin
upacara-upacara adat. Kuncen adalah seseorang yang mempunyai pengetahuan yang
luas dan dipandang sebagai pengemban amanat leluhur kampung Naga sehingga perkataan
dan nasihatnya selalu dipatuhi oleh warga kampung. Saat ini kuncen kampung
Naga dijabat oleh Bapak Ade Suherlin. Dibawah kuncen, ada para pejabat adat
yang membantu kuncen dalam menjalankan tugasnya, yaitu “Punduh” yang
dijabat oleh Bapak Ma’mun yang mengurus dan menjadi pengayom segala kegiatan
kegiatan kemasyarakatan dan ”Lebeh” yang dijabat oleh Bapak
Ateng yang bertugas dalam masalah keagamaan seperti mengurus jenazah dari awal
sampai akhir sesuai dengan syariat Islam.
Dua
kepemimpinan yang ada di Kampung Naga ini saling berhubungan dan saling
melengkapi. Di satu sisi ketua RT dan RW mengurus dan mengatur sistem
pemerintahan seperti birokrasi publik, dan yang lainnya yang harus dipatuhi
oleh seluruh warga, tanpa terkecuali Kuncen. Dan di sisi lain seluruh warga
kampung Naga termasuk pejabat pemerintahan dalam hal ini ketua RT dan RW juga
harus patuh pada hukum adat dan peraturan-peraturan yang telah dijalankan
secara turun-temurun oleh nenek moyang mereka. Dalam kehidupan masyarakat Kampung Naga sendiri, pemimpin menduduki posisi
yang penting, oleh karena ia dianggap orang serba tahu dan mempunyai pengaruh
yang besar terhadap masyarakat adat. Sehingga segala tindak-tanduknya merupakan
pola aturan patut diteladani oleh masyarakat. Mengingat kedudukan yang penting
itulah pemimpin adat senantiasa dituntut berpartisipasi dalam pembinaan
kesadaran hukum masyarakat adat.
C. Mata
Pencaharian
Mata pencaharian utama masyarakat di Kampung Naga adalah bertani, hal ini
dapat dilihat disekitar kampung Naga banyak dijumpai hamparan persawahan. Panen
di kampung Naga sendiri dilaksanakan setahun 2 kali. Selain bertani, mereka
juga membuat kerajinan yang akan dijual kepada para pengunjung, dan beternak
kambing. Sebagai penduduk yang mayoritasnya bekerja sebagai petani, cara-cara
penggunaan dan pengelolaannya pun masih dilakukan dengan cara-cara yang
tradisional pula. Seperti penggunaan pupuk, warga di Kampung Naga lebih suka
memakai pupuk kandang dari kotoran sapi maupun kambing yang mereka pelihara
daripada menggunakan pupuk urea maupun pupuk yang mengandung bahan kimia lain.
Penggunaan pupuk yang mengandung bahan kimia dikhawatirkan akan merusak
produktivitas tanah dan mereka tidak menyesal walaupun dengan menggunakan pupuk
kandang panen hanya terjadi dua kali dalam setahun. Demikian juga dalam hal
pembajakan sawah, mereka lebih suka menggunakan kerbau untuk membajak sawah
daripada menggunakan traktor meskipun memakan waktu dan tenaga yang agak lebih
lama. Meskipun masih menggunakan cara-cara yang tradisional dalam pengerjaannya,
tetapi padi yang dihasilkan memiliki kualitas yang sangat bagus dan hal ini
juga sebagai penunjukkan rasa hormat warga kampung Naga kepada alamnya.
Selain
bekerja sebagai petani, warga di kampung Naga juga ada beberapa yang pergi
merantau ke kota untuk bekerja seperti ke Jakarta. Mereka biasanya akan kembali
ke kampung Naga setelah merantau beberapa tahun atau ketika perayaan hari-hari
besar di kampung Naga seperti Hari Raya Idul Fitri dan Upacara Hajat
Sasih.
D. Upacara Adat di Kampung Naga
Upacara-upacara yang senantiasa dilakukan oleh masyarakat
Kampung Naga ialah Upacara Menyepi, Upacara Hajat Sasih, dan Upacara
Perkawinan.
Ø Menyepi
Upacara menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung
Naga pada hari selasa, rabu, dan hari sabtu. Upacara ini menurut pandangan
masyarakat Kampung Naga sangat penting dan wajib dilaksanakan, tanpa kecuali
baik laki-laki maupun perempuan. Oleh sebab itu jika ada upacara tersebut di
undurkan atau dipercepat waktu pelaksanaannya. Pelaksanaan upacara menyepi
diserahkan pada masing-masing orang, karena pada dasarnya merupakan usaha
menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan adat
istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap aturan adat, selain karena
penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat dan wasiat yang bila
dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan malapetaka.
Ø Hajat Sasih
Upacara Hajat Sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat Sa-Naga, baik
yang bertempat tinggal di Kampung Naga maupun di luar Kampung Naga. Maksud dan
tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada
leluhur Kampung Naga, Eyang
Singaparna serta menyatakan
rasa syukur kepada Tuhan yang mahaesa atas segala nikmat yang telah
diberikannya kepada warga sebagai umat-Nya.
Upacara Hajat
Sasih diselenggarakan pada bulan-bulan dengan tanggal-tanggal sebagai berikut:
- Bulan Muharam (Muharram) pada tanggal 26, 27,
28
- Bulan Maulud (Rabiul Awal) pada tanggal 12, 13,
14
- Bulan Rewah (Sya'ban) pada tanggal 16, 17, 18
- Bulan Syawal (Syawal) pada tanggal 14, 15, 16
- Bulan Rayagung (Dzulkaidah) pada tanggal 10,
11, 12
Pemilihan
tanggal dan bulan untuk pelaksanaan upacara Hajat Sasih sengaja dilakukan
bertepatan dengan hari-hari besar agama Islam. Penyesuaian
waktu tersebut bertujuan agar keduanya dapat dilaksanakan sekaligus, sehingga
ketentuan adat dan akidah agama islam dapat dijalankan secara harmonis.
Upacara Hajat Sasih merupakan upacara ziarah dan membersihkan makam.
Sebelumnya para peserta upacara harus melaksanakan beberapa tahap upacara.
Mereka harus mandi dan membersihkan diri dari segala kotoran di sungai Ciwulan. Upacara ini
disebut beberesih atau susuci. Selesai mandi mereka berwudlu di tempat itu juga
kemudian mengenakan pakaian khusus. Secara teratur mereka berjalan menuju
mesjid. Sebelum masuk mereka mencuci kaki terlabih dahulu dan masuk kedalam
sembari menganggukan kepala dan mengangkat kedua belah tangan. Hal itu
dilakukan sebagai tanda penghormatan dan merendahkan diri, karena mesjid
merupakantempat beribadah dan suci. Kemudian masing-masing mengambil sapu lidi
yang telah tersedia di sana dan duduk sambil memegang sapu lidi tersebut.
Adapun kuncen, lebe, dan punduh / Tua
kampung selesai mandi
kemudian berwudlu dan mengenakan pakaian upacara mereka tidak menuju ke mesjid,
melainkan ke Bumi Ageung.
Di Bumi Ageung ini mereka menyiapkan lamareun dan parukuyan untuk nanti di bawa
ke makam. Setelah siap kemudian mereka keluar. Lebe membawa lamareun dan punduh
membawa parukuyan menuju makam. Para peserta yang berada di dalam mesjid keluar
dan mengikuti kuncen, lebe, dan punduh satu persatu. Mereka berjalan beriringan
sambil masing-masing membawa sapu lidi. Ketika melewati pintu gerbang makam
yang di tandai oleh batu besar, masing-masing peserta menundukan kepala sebagai
penghormatan kepada makam Eyang Singaparna. Setibanya di makam selain kuncen
tidak ada yang masuk ke dalamnya. Adapun Lebe dan Punduh setelah menyerahkan
lamareun dan parakuyan kepada kuncen kemudian keluar lagi tinggal bersama para
peserta upacara yang lain. Kuncen membakar kemenyan untuk unjuk-unjuk (meminta
izin ) kepada Eyang Singaparna. Ia melakukan unjuk-unjuk sambil menghadap
kesebelah barat, kearah makam. Arah barat artinya menunjuk ke arah kiblat.
Setelah kuncen melakukan unjuk-unjuk, kemudian ia mempersilahkan para peserta
memulai membersihkan makam keramat bersama-sama. Setelah membersihkan makam,
kuncen dan para peserta duduk bersila mengelilingi makam. Masing-masing berdoa
dalam hati untukmemohon keselamatan, kesejahteraan, dan kehendak masing-masing
peserta. Setelah itu kuncen mempersilakan Lebe untuk memimpin pembacaan
ayat-ayat Suci Al-Quran dan diakhri dengan doa bersama. Selesai berdoa, para
peserta secara bergiliran bersalaman dengan kuncen. Mereka menghampiri kuncen
dengan cara berjalan ngengsod. Setelah bersalaman para peserta keluar dari
makam, diikuti oleh punduh, lebe dan kuncen. Parukuyan dan sapu lidi disimpan
di "para" mesjid. Sebelum disimpan sapu lidi tersebut dicuci oleh
masing-masing peserta upacara di sungai Ciwulan, sedangkan lemareun disimpan diBumi
Ageung. Acara selnjutnya diadakan di mesjid. Setelah para peserta upacara masuk
dan duduk di dalam mesjid, kemudian datanglah seorang wanita yang disebut
patunggon sambil membawa air di dalam kendi, kemudian memberikannya kepada
kuncen. Wanita lain datang membawa nasi tumpeng dan meletakannya
ditengah-tengah. Setelah wanita tersebut keluar, barulah kuncen berkumur-kumur
dengan air kendi dan membakar dengan kemenyan. Ia mengucapkan Ijab kabul
sebagai pembukaan. Selanjutnya lebe membacakan doanya setelah ia berkumur-kumur
terlebih dahulu dengan air yang sama dari kendi. Pembacaan doa diakhiri dengan
ucapan amin dan pembacaan Al-fatihah. Maka berakhirlah pesta upacara Hajat
Sasih tersebut. Usai upacara dilanjutkan dengan makan nasi tumpeng
bersama-sama. Nasi tumpeng ini ada yang langsung dimakan di mesjid, ada pula
yang dibawa pulang kerumah untuk dimakan bersama keluarga mereka.
E.
Pernikahan
Untuk
pernikahan, warga kampung naga boleh untuk memilih jodoh di luar penduduk
kampung naga tetapi, jika ingin mengadakan pesta di kampung naga, tidak boleh
memberikan kartu undangan, mengundang harus disampaikan secara lisan baik oleh
mampelai maupun kerabat mempelai. Dan jika ingin mengadakan pesta di luar
kampung naga barulah boleh menyebar undangan. Upacara
perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara yang dilakukan setelah
selesainya akad nikah. adapun tahap-tahap upacara tersebut adalah sebagai
berikut:upacara sawer, nincak endog (menginjak telur), buka pintu, ngariung (berkumpul), ngamparmunjungan (berhamparan),
dan diakhiri dengan Upacara sawer dilakukan selesai akad
nikah, pasangan pengantin dibawa ketempat panyaweran, tepat di muka pintu.
mereka dipayungi dan tukang sawer berdiri di hadapan kedua pengantin. panyawer
mengucapkan ijab kabul, dilanjutkan dengan melantunkan syair sawer. ketika
melantunkan syair sawer, penyawer menyelinginya dengan menaburkan beras, irisan
kunir, dan uang logam ke arah pengantin. Anak-anak yang bergerombol di belakang
pengantin saling berebut memungut uang sawer. isi syair sawer berupa nasihat
kepada pasangan pengantin baru. Usai upacara sawer dilanjutkan dengan upacara
nincak endog. endog (telur) disimpan di atas golodog dan mempelai laki-laki menginjaknya.
Kemudian mempelai perempuan mencuci kaki mempelai laki-laki dengan air kendi.
Setelah itu mempelai perempuan masuk ke dalam rumah, sedangkan mempelai
laki-laki berdiri di muka pintu untuk melaksanakan upacara buka pintu. Dalam
upacara buka pintu terjadi tanya jawab antara kedua mempelai yang diwakili oleh
masing-masing pendampingnya dengan cara dilagukan. Sebagai pembuka mempelai
laki-laki mengucapkan salam 'Assalammu'alaikum Wr. Wb.' yang kemudian dijawab
oleh mempelai perempuan 'Wassalamu'alaikum Wr. Wb.' setelah tanya jawab selesai
pintu pun dibuka dan selesailah upacara buka pintu. Setelah upacara buka pintu
dilaksanakan, dilanjutkan dengan upacara ngampar, dan munjungan. Ketiga upacara
terakhir ini hanya ada di masyarakat Kampung Naga. Upacara riungan adalah
upacara yang hanya dihadiri oleh orang tua kedua mempelai, kerabat dekat, sesepuh,
dan kuncen. Adapun kedua mempelai duduk berhadapan, setelah semua peserta
hadir, kasur yang akan dipakai pengantin diletakan di depan kuncen. Kuncen
mengucapakan kata-kata pembukaan dilanjutkan dengan pembacaan doa sambil
membakar kemenyan. Kasur kemudian di angkat oleh beberapa orang tepat diatas
asap kemenyan. Usai acara tersebut dilanjutkan dengan acara munjungan. kedua
mempelai bersujud sungkem kepada kedua orang tua mereka, sesepuh, kerabat
dekat, dan kuncen. Akhirnya selesailah rangkaian upacara perkawinan di atas.
Sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada para undangan, tuan rumah membagikan
makanan kepada mereka. Masing-masing mendapatkan boboko (bakul) yang berisi nasi dengan lauk
pauknya dan rigen yang berisi opak, wajit, rengginang,
dan pisang. Beberapa
hari setelah perkawinan, kedua mempelai wajib berkunjung kepada
saudara-saudaranya, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan.
Maksudnya untuk menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan mereka selama acara
perkawinan yang telah lalu. Biasanya sambil berkunjung kedua mempelai membawa
nasi dengan lauk pauknya. Usai beramah tamah, ketika kedua mempelai berpamitan
akan pulang, maka pihak keluarga yang dikunjungi memberikan hadiah seperti
peralatan untuk keperluan rumah tangga mereka.
F.
Warisan
Tidak ada
perbedaan jumlah antara laki-laki maupun wanita, semuanya sama saja dan dibagi
dengan rata. Pada umumnya masyarakat untuk lelaki mendapatkan jatah warisan
lebih banyak, di aturan Kampung Naga bisa jadi warisan untuk Wanita lebih
banyak karena Lelaki dinilai bisa hidup lebih mandiri dalam mencari nafkah.
G. Peralatan
Hidup Masyarakat Kampung Naga
Masyarakat
Kampung Naga merupakan masyarakat yang masih menggunakan peralatan ataupun
perlengakpan hidup yang sederhana, non teknologi yang kesemua bahannya tersedia
di alam. Seperti untuk memasak, masyarakat Sanaga menggunakan tungku dengan
bahan bakar menggunakan kayu bakar dan untuk membajak sawah mereka tidak
menggunkan traktor melainkan menggunakan cangkul. Dan masih banyak hal lainnya,
yang pasti masayarakat Sanaga tidak menggunakan peralatan canggih berteknologi
tinggi, dan kampung mereka pun tidak ada listrik.
H. Sistem
Perekonomian Masyarakat Kampung Naga
Dalam sistem
perekonomian kami fokuskan kepada mata pencaharian dimana mata pencaharian
warga Kampung Naga bermacam-macam mulai dari pokok yaitu bertani, menanam padi
sedangkan mata pencaharian sampingannya adalah membuat kerajinan, beternak dan
berdagang.
I. Sistem
Kemasyarakatan
Kemasyarakatan
di Kampung Naga masih sangat lekat dengan budaya gotong royong, hormat
menghormati, dan mengutamakan kepentingan golongan diatas kepentingan pribadi. Lebih
jauh menilik pola hidup dan kepemimpinan Kampung Naga, kita akan mendapatkan
dua pemimpin dengan tugasnya masing –masing yaitu pemerintahan desa dan
pemimpin adat atau yang oleh masyarakat Kampung Naga disebut Kuncen. Peran
keduanya saling bersinergi satu sama lain untuk tujuan keharmonisan warga
Sanaga. Sang Kuncen yang meski begitu berkuasa dalam hal adapt istiadat jika
berhubungan dengan system pemerintahan desa maka harus taat dan patuh pada RT
atau RW, begitupun sebaliknya RT atau RW haruslah taat pada sang Kuncen apabila
berurusan dengan adapt istiadat dan kehidupan rohani penduduk Kampung Naga.
Ø Lembaga Pemerintahan
Sistem kemasyarakatan disini lebih
terfokus kepada sistem atau lembaga-lembaga pemerintahan yang ada di Kampung
Naga. Ada dua lembaga yaitu :
- Lembaga
Pemerintahan
- RT
- RK / RW
- Kudus (
Kepala Dusun )
Ø Lembaga Adat
- Kuncen
dijabat oleh Bapak Ade Suherlin yang bertugas sebagai pemangku adat dan
memimpin upacara adat dalam berziarah.
- Punduh
dijabat oleh Bapak Ma’mun
- Lebe
dijabat oleh Bapak Ateng yang bertugas mengurusi jenazah dari awal sampai
akhir sesuai dengan syariat Islam.
J. Sistem
Bahasa
Dalam
berkomunikasi warga Kampung Naga mayoritas menggunakan bahasa Sunda Asli, hanya
sebagian orang dalam arti yang duduk di pemerintahan. Adapula yang bisa
berbahasa Indonesia itupun hanya digunakan apabila bercakap – cakap dengan
wisatawan dari luar jawa barat.
K. Sistem
Pendidikan ( Ilmu Pengetahuan )
Tingkat
Pendidikan masyarakat Kampung Naga mayoritas hanya mencapai jenjang pendidikan
sekolah dasar, tapi adapula yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi itupun hanya minoritas. Kebanyakan pola pikirnya masih pendek sehingga
mereka pikir bahwa buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya pulang kampung
juga. Dari anggapan tersebut orang tua menganggap lebih baik belajar dari
pengalaman dan dari alam atau kumpulan-kumpulan yang biasa dilakukan di mesjid
atau aula.
L. Sistem
Kepercayaan ( Religi )
Penduduk
Kampung Naga Mengaku mayoritas adalah pemeluk agama islam, akan tetapi
sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang
adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Menurut kepercayaan masyarakat
Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti
menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari
ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya
dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat
Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak menghormati karuhun, hal
ini pasti akan menimbulkan malapetaka. Masyarakat Sanaga pun masih mempercayai
akan takhayul mengenai adannya makhluk gaib yang mengisi tempat – tempat
tertentu yang dianggap angker. Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada
mahluk halus masih dipegang kuat. Percaya adanya jurig cai, yaitu
mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam (“leuwi”).
Kemudian “ririwa” yaitu mahluk halus yang senang mengganggu
atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut “kunti
anak” yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang
meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan.
Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut
oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget.
Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah
Eyanf singaparna, Bumi Ageung dan masjid merupakan tempat yang
dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga
Adapun upacara – upacara adat
yang dilakukan oleh masyarakat Sanaga yang bertepatan dengan hari besar Islam
yaitu :
- Bulan Muharam untuk menyambut datangnya Tahun
Baru Hijriah
- Bulan Maulud untuk memperingati hari kelahiran
Nabi Muhammad SAW
- Bulan Jumadil Akhir untuk memperingati
pertengahan bulan Hijriah
- Bulan Nisfu Sya’ban untuk menyambut datangnya
bulan suci Ramadhan
- Bulan Syawal untuk menyambut datangnya Idul Fitri
- Bulan Zulhijah untuk menyambut datangnya Idul
Adha
M. Kesenian
Di bidang
kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan atau tabu mengadakan
pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek,
dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong.
Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga
adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah
jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama
oleh kalangan generasi muda. Namun bagi masyarakat Kampung Naga yang hendak
menonton kesenian wayang, pencak silat, dan
sebagainya diperbolehkan kesenian tersebut dipertunjukan di luar wilayah
kampung naga.
Terdapat
tiga pasangan kesenian di Kampung Naga diantaranya :
- Terebang Gembrung yang dimainkan oleh dua orang
sampai tidak terbatas biasanya ini dilaksanakan pada waktu Takbiran Idul
Fitri dan Idul Adha serta kemerdekaan RI. Alat ini terbuat dari kayu.
- Terebang Sejat, dimainkan oleh 6 orang dan
dilaksanakan pada waktu upacara pernikahan atau khitanan massal.
- Angklung, dimainkan oleh 15 orang dan
dilaksanakan pada waktu khitanan massal
N.
Sistem Bangunan /Arsitek
Bangunan-bangunan
yang ada di Kampung Naga berbentuk segitiga semuanya beratap ijuk, dan
menghadap ke arah kiblat, terdapat kurang lebih 113 bangunan dalam area 1,5 ha
yang terdiri dari 110 rumah warga dan 1 tempat ibadah, selain itu juga terdapat
balai pertemuan dan lumbung padi (Leuit) dan Bumi Ageung yang kesemua bahan
bangunannya menggunakan bilik-bilik, kayu-kayu, dan lain-lain. Tidak
menggunakan semen atau pasir. Semua bentuk, ukuran, alat dan bahan bangunan
semuanya sama hal ini menunjukkan adanya keseimbangan dan keselarasan yang ada
di daerah tersebut. Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan
rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau
alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus
menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah
Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag.
Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh
menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (gedong).
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat
tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena
menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui
pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang
daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam
satu garis lurus.
O. Sistem
Politik
Dalam sistem
politik di tekankan pada penyelesaian masalah di pimpin oleh ketua adat
yaitu dengan cara bermusyawarah untuk mufakat dimana hasi yang diperoleh adalah
merupakan hasil mufakat yang demokratis dan terbuka.
P.
Sistem Hukum
Seperti
kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat Sanaga juga memiliki aturan hukum
sendiri yang tak tertulis namun masyarakat sangat patuh akan keberadaan
aturan tersebut. Kampung Naga memang memiliki Larangan namun tidak memiliki
banyak aturan. Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat dan
Akibat. Sistem hukum di kampung Naga hanya berlandaskan kepada kata pamali, yakni
sesuatu ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang Kampung Naga yang
tidak boleh di langgar. Sanksi untuk pelanggaran yang dilakukan tidaklah jelas,
mungkin hanyalah berupa teguran, karena masyarakat Sanaga memegang prinsip
bahwa siapa yang melakukan pelanggaran maka dia sendiri yang akan menerima
akibatnya. Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih
dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang
berkenaan dengan aktivitas kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan
ketentuan hukum yang tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi
oleh setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah
rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.
Ø Aturan-Aturan
Yang Diatur Oleh Hukum Adat di Kampung Naga
Peraturan-peraturan
adat yang berlaku di kampung Naga meliputi segala aspek kehidupan masyarakatnya
dari “A” sampai “Z”, mulai dari cara membangun rumah, tata cara perkawinan, dan
masih banyak lagi peraturan adat yang ada di kampung Naga dari hal-hal yang
kecil sampai kepada hal yang besar. Hal-hal yang kecil dapat dicontohkan
sebagai berikut:
1. “ Temenang Diuk Dina Bangbaru”
Artinya:
Anak gadis tidak boleh duduk di depan pintu.
2. “ Ngahocat, Suit-suitan”
Artinya :
bersiul.
3. “ Cimalati, Curung Cinantang ”
Artinya :
air terjun angker, yang dihuni makhluk halus.
4. “ Temenang Ngelonjor Kakulon
"
Artinya :
tidak boleh duduk berselonjor kearah kiblat (barat).
5. “ Leweng Karamat “
Artinya :
Jiarah ke makam pada hari selasa, rabu, dan sabtu.
6. “ Leweng Ketupan “
Artinya :
berkunjung ke hutan lindung.
7. “ Bumi Ageng “
Artinya :
tempat upacara adat.
8. “ Pego dan tabu tentang asal usul
kampung”
Artinya :
bisu sementara menjelaskan tentang asal usul kampung pada hari selasa, rabu,
dan sabtu.
9. “ Sawen “
Artinya :
Tolak Bala
10. “ Ngadu, Ngahadon, Mabokan “
Artinya :
adu domba, main perempuan, dan narkoba.
Warga kampung Naga juga dilarang untuk menebang pohon atau merusak hutan
yang ada di sekitar kampung Naga, karena hutan disekitar kampung Naga tersebut
dianggap sebagai hutan keramat yang tidak boleh diganggu keberadaannya,
walaupun hanya mematah ranting apalagi sampai menebangnya. Selain itu
warga dan pendatang juga dilarang untuk mandi di dua buah air terjun yang di
anggap sebagai tempat keramat karena biasanya air terjun tersebut kadang
digunakan sebagai tempat bersemedi atau dimana di yakini oleh warga kampung
naga sebagai air terjun yang memiliki fungsi untuk menyembuhkan penyakit namun
air tersebut tidak boleh diambil warga secara sembarangan hanya apabila warga
tersebut mendapatkan mimpi bahwa cara penyembuhannya dengan mengambil air dari
salah satu air terjun tersebut barulah di perbolehkan itupun harus meminta izin
terlebih dahulu kepada kepala adat atau juru kuncinya serta ada hal yang harus
di patuhi pada saat mengambil air terjun tersebut yakni hanya sebelah kaki yang
harus menginjaknya dan harus memakai kaki sebelah kanan.
Ø Pelaksanaan
Hukum Adat di Kampung Naga
Dalam pelaksanaan hukum adat pada masyarakat Kampung Naga, mereka sangat mentaati
aturan-aturan yang telah ditetapkan. Ketaatan mereka tersebut sangat kuat dan
patuh, yang dapat dilihat dari pelaksanaan kehidupan sehari-hari di lingkungan
mereka yang masih menerapkan tabu atau pamali. Hanya dengan kata “PAMALI”
masyarakat kampung Naga dapat hidup dengan nilai-nilai tradisional dan terjaga
kelestarian lingkungannya. Pamali merupakan tradisi lisan dari masyarakat
Sunda, yaitu berhubungan dengan hal-hal yang tabu atau hal yang tidak baik
untuk dilakukan. Larangan-larangan yang ada di kampung Naga berasal dari
aturan-aturan nenek moyang mereka terdahulu. Aturan-aturan yang ada di kampung
Naga sendiri hanya disampaikan secara lisan kepada warganya, tidak ada aturan
adat yang dibukukan atau dikumpulkan secara tertulis, dan hal ini disampaikan
secara turun-temurun. Seorang anak di kampung Naga sejak kecil sudah diajari
mengenai hal-hal apa saja yang tidak boleh dilakukan, sehingga sejak kecil
mereka sudah tertanam nilai-nilai luhur dari nenek moyang mereka sehingga hal
tersebut dapat bertahan sampai sekarang. Meskipun tidak ada peraturan secara
tertulis, tetapi bagi warga di kampung Naga mentaati peraturan-peraturan
tersebut adalah suatu keharusan dan menganggap bahwa peraturan tersebut adalah
sesuatu yang sakral dan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Pelaksanaan aturan pamali tersebut dimulai oleh tokoh masyarakat dalam
membina warganya dengan memberikan contoh yang baik dalam kehidupan
sehari-hari, dan memberikan sanksi kepada anggota masyarakat secara
bertahap. Tokoh masyarakat yang dimaksud adalah berawal dari pemimpin Kampung
Naga yang dipilih melalui ketentuan adat yaitu kuncen. Sebagai seorang yang
dituakan perkataan kuncen sangat didengar dan dipatuhi oleh masyarakat Kampung
Naga. Kuncen memiliki hak khusus dalam menerima tamu dan member
petunjuk-petunjuk khusus dalam kehidupan adat-istiadat di Kampung Naga.
Kepatuhan masyarakat pada kuncen karena ia merupakan pengemban amanat
leluhur, sehingga apa yang ia ucapkan akan dipatuhi termasuk larangan untuk
tidak membicarakan sejarah, asal usul Kampung Naga dan tradisi pada hari
Selasa, Rabu, dan Sabtu.
Ø Sanksi Dalam
Penerapan Hukum Adat di Kampung Naga
Perbuatan melanggar hukum adat menimbulkan reaksi tertentu yaitu suatu
kewajiban yang di bebankan kepada orang yan menimbulkan gangguan terhadap
keseimbangan atau orang yang menyerang diri atau barang kepunyaan orang lain
kewjiban itu dapat berupa harus membayar kembali dengan uang atau dengan barang
suatu kerugian yang telah di timbulkannya, atau berupa kewajiban untuk melakukan
suatu upacara dan kalau yang di bebankan berupa harus melakukan suatu upacara
dalam upacara itu pelanggar harus menyatakan minta maaf kepada pihak yang
kepentingannya telah di langgar maksudnya ialah untuk mengembalikan
keseimbangan yang sudah terganggu kedalam keadaan semula.
Dalam menjalankan aturan adat “pamali” di Kampung Naga, masyarakat disana
sangat taat dan patuh pada aturan yang telah turun temurun dari para leluhur.
Namun, para tokoh masyarakat di Kampung Naga tetap memiliki sanksi bagi para
masyarakat yang melanggar pamali yang telah ditetapkan. Bila salah satu
masyarakat Kampung Naga ada yang melanggar salah satu adat “pamali” (yang
dilarang) seperti upacara menyepi/ hari tabu, upacara perkawinan, upacara hajat
sasih, maka tindakan yang dilakukan oleh Kuncen adalah yang pertama menegurnya,
dan yang kedua memberikan surat yang isinya menyurus keluar/pindah dari Kampung
Naga untuk selama-lamanya dan sampai kapanpun tidak bisa mengikuti upacara adat
Kampung Naga.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dari hasil
pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa ternyata keberadaan Kampung Naga
selain menarik karena keunikan kebudayaan masyarakatnya, namun juga ternyata
dapat menjadi icon bagi masyarakat Kampung Naga Khususnya dan bagi masyarakat
Jawa Barat umumnya bahwa primitifitas atau adat istiadat asli peninggalan nenek
moyang itu harusnya bisa menjadi treadceneter dan suatu kebanggan bagi kita
yang mewarisinya karena bisa menjadi daya tarik bagi turis lokal maupun dari
luar negri untuk di adikan bahan observasi.
3.2.
Saran
Demikianlah penulisan makalah kami, apabila masih terdapat kesalahan atau
kekurangan dalam pembahasan makalah kami ini, terutamanya kami mohon maaf yang
sebesar – besarnya dan kami juga harapkan teguran yang sehat sekiranya dapat membangun
dalam perbaikan pembuatan makalah kami ini.
DAFTAR
ISI
·
Diakses tanggal 21-03-2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Kampung_Naga
( Pengertian kampung naga )
·
Diakses tanggal 21-03-2015
https://aristastar21.wordpress.com/makalah-kebudayaan-masyarakat-kampung-naga-2/
( Adat istiadat dan budaya kampung naga )
·
Diakses tanggal 21-03-2015
http://www.kalangsunda.net/kampungnaga.htm
( Adat istiadat dan budaya kampung naga )
·
Diakses tanggal 21-03-2015
http://hornetraptor.blogspot.com/2011/06/konstruksi-hukum-adat-di-kampung-naga.html
( Adat sitiadat dan budaya kampung naga )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar