Selasa, 21 April 2015

pola pembelajaran konvensional








 BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Menurut Agus Suprijono (2010:46) Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dalam proses belajar banyak model pembelajaran yang dipilih sesuai dengan materi yang disampaikan oleh guru.
Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang biasa diterapkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran (Ridwan, 2008). Model pembelajaran konvensial masih mengalami krisis paradigma. Krisis yang dimaksud adalah seharusnya telah berlangsung model kontruktivisme di mana Pemerintah telah berusaha menciptakan suatu model pembelajaran yang inovatif yang dituangkan dalam peraturan menteri nomor 41 tahun 2007, namun hal ini belum dijalankan sepenuhnya oleh guru. 
Di era globalisasi saat ini pembelajaran yang digunakan adalah suatu suatu model pembelajaran yang menuntut siswa berperan lebih aktif, dimana dalam model pembelajaran ini alat bantu teknologi ICT dan sarana penunjang lainnya sangat berperan dalam membantu kesuksesan proses belajar mengajar. Didalam model pembelajaran ini peran aktif dari siswa haruslah lebih dominan didalam segala aspek kegiatan didalam kelas dan guru berfungsi sebagai fasilitator dengan segala kecakapan yang dimilikinya  tentu saja penguasaan teknologi ICT menjadi hal yang sangat mendasar untuk dikuasai.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud pola atau model pembelajaran konvensional?
2.      Apakah kelebihan dan kekurangan pola pembelajaran konvensional?
3.      Apakah yang dimaksud pola atau model pembelajaran berbantuan media?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimana menggunakan pola pembelajaran konvensional dan pola pembelajaran berbantuan media didalam kelas
2.      Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah media pembelajaran di Sekolah Dasar


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pola Pembelajaran Konvensional
Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1995:523), dinyatakan bahwa “konvensional adalah tradisional”, selanjutnya tradisional diartikan sebagai “sikapdan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun”. Oleh karena itu, model konvensional dapat juga disebut sebagai model tradisional. Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa model konvensional adalah suatu pembelajaran yang mana dalam proses belajar mengajar dilakukan dengan cara yang lama, yaitu dalam penyampaian pelajaran pengajar masih mengandalkan ceramah.
Model pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Pada pola pembelajaran konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih sering diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa. Dalam model pembelajaran konvensional, guru di sekolah umumnya memfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan kepada para siswa tanpa memperhatikan prakonsepsi (prior knowledge) siswa atau gagasan-gagasan yang telah ada dalam diri siswa sebelum mereka belajar secara formal di sekolah. Sekarang ini, salah satu penyebab universal atas masih rendahnya hasil belajar biologi yang dicapai siswa adalah terjadinya miskonsepsi pada siswa. Prakonsepsi (prior knowledge) siswa yang pada umumnya bersifat miskonsepsi secara terus-menerus akan dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah.
Kegiatan mengajar dalam pembelajaran konvensional cenderung diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa, serta penggunaan metode ceramah terlihat sangat dominan. Pola mengajar kelihatan baku, yakni menjelaskan sambil menulis di papan tulis serta diselingi tanya jawab, sementara itu peserta didik memperhatikan penjelasan guru sambil mencatat di buku tulis. Siswa dipandang sebagai individu pasif yang tugasnya hanya mendengarkan, mencatat, dan menghafal. Pembelajaran yang terjadi pada model konvensional berpusat pada guru, dan tidak terjadi interaksi yang baik antara siswa dengan siswa. Sehingga pembelajaran konvensional lebih cenderung pada pelajaran yang bersifat hapalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen, menekankan informasi konsep, latihan soal, serta penilaiannya masih bersifat tradisional dengan paper and pencil test yang hanya menuntut pada satu jawaban yang benar. Hal tersebut berimplikasi langsung pada proses pembelajaran di kelas yaitu pada situasi kelas akan menjadi pasif karena interaksi hanya berlangsung satu arah serta guru kurang memperhatikan dan memanfaatkan dan potensi-potensi siswa serta gagasan mereka sebagai daya nalar (Widiana, 2006). 
Adapun prinsip kelompok belajar dalam pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut (Trianto, 2007).
1.       Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah satu anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.
2.       Kelompok belajar biasanya homogen.
3.       Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
4.       Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
5.       Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
6.       Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
7.       Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
 Pengajaran dengan model ini dipandang efektif, dalam hal sebagai berikut (Sunartomb, 2009).
1.       Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.
2.       Menyampaikan informasi dengan cepat.
3.       Membangkitkan minat akan informasi.
4.       Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
Namun demikian, pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa kelemahan dan kelebihan yaitu sebagai berikut:
Kelemahan
1.      Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan.
2.      Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari.
3.      Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis.
4.      Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak bersifat pribadi.
           Kelebihan
1.      Efisien.
2.      Tidak mahal, karena hanya menggunakan sedikit bahan ajar.
3.      Mudah disesuaikan dengan keadaan peserta didik.
Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut.
1.      Kegiatan pendahuluan pembelajaran, guru mengkonsentrasikan siswa pada materi yang akan dipelajari dengan memberikan apersepsi. Peran siswa pada tahap ini adalah mendengarkan penjelasan guru.
2.      Kegiatan inti pembelajaran, terdapat proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Proses tersebut diterapkan guru dengan memberikan informasi kepada siswa. Peran siswa pada tahap ini adalah menyimak informasi yang diberikan guru. Terkadang siswa membentuk kelompok untuk melaksanakan praktikum dan mendiskusikan hasil praktikum.
3.      Kegiatan penutup pembelajaran, guru mengajak siswa untuk menyimpulkan hasil pembelajaran dan memberikan tes. Peran siswa pada tahap ini adalah menyimpulkan hasil pembelajaran dan menjawab tes yang diberikan guru. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dikatakan bahwa model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa dilakukan di kelas, namun masih terdapat kekeliruan dalam pengimplementasiannya. Guru masih dominan dalam proses pembelajaran dan cenderung memberikan pelayanan yang sama untuk semua siswa. Hal inilah yang menjadi landasan dasar penghambat prestasi belajar yang dicapai oleh masing-masing siswa.

2.2  Pola Pembelajaran Berbantuan Media
Pembelajaran dengan pola bermedia semata-mata disandarkan pada media. Media pembelajaran yang biasanya berupa modul disusun oleh guru secara tersistematis, dan terpogram untuk kemudian dijadikan panduan bagi peserta didik dalam menempuh program pembelajaran tertentu dalam waktu tertentu. Pola pembelajaran semacam ini sering dikenal dengan pola pembelajaran modul. Pola demikian ini tentunya menuntut kesadaran yang tinggi dan kedewasaan yang cukup bagi peserta didik. Jika tidak maka tujuan pembelajaran dipastikan tidak akan dapat dicapai secara maksimal, karena peran guru/pendidik/dosen lebih banyak digantikan oleh media. Guru/pendidik/dosen tidak mengintervensi dan juga tidak berhubungan secara langsung dalam pembelajaran yang diikuti oleh peserta didik. Jika digambarkan pola pembelajaran bermedia ini kurang lebih sebagai berikut:

Tujuan    →    Penetapan isi dan metode   →    Media   →    Siswa

Pada pola pembelajaran bermedia guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber informasi bagi kegiatan pembelajaran para siswa. Akan tetapi siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai media. Saat ini dan di masa yang akan datang, guru tidaklah hanya sebagai pengajar tetapi dia harus mampu berperan sebagai director of learning yaitu sebagai pengelola belajar yang memfasilitasi kegiatan belajar siswa melalui pemanfaatan dan pengoptimalan berbagai sumber belajar.
Pembelajaran Abad 21, adalah suatu suatu model pembelajaran yang menuntut siswa berperan lebih aktif, dimana dalam model pembelajaran ini alat bantu teknologi ICT dan sarana penunjang lainnya sangat berperan dalam membantu kesuksesan proses belajar mengajar.
Didalam model pembelajaran ini peran aktif dari siswa haruslah lebih dominan didalam segala aspek kegiatan didalam kelas dan guru berfungsi sebagai fasilitator dengan segala kecakapan yang dimilikinya  tentu saja penguasaan teknologi ICT menjadi hal yang sangat mendasar untuk dikuasai.
Kemampuan guru untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kecakapan-kecakapan di abad ke-21 untuk siswanya menjadi tuntutan yang tidak bisa dielakkan lagi. Untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas di abad 21 agaknya sederhana saja rumusnya, yakni guru jangan mengajar asal-asalan. Sangat mustahil kalau guru-guru yang demikian dapat bertindak atas nama peningkatan kualitas, berfungsi sebagai konselor, motivator dan fasilitator bagi murid-murid. Mustahil pula seorang guru akan ikut berpartisipasi sempurna dalam pendidikan kalau ia sendiri belum menampakkan, kualitas diri. Untuk itu kita mengharapkan agar guru-guru bersikap tulus dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan diri sendiri.
Untuk itu maka, sekolah abad 21 harus mengintegrasikan teknologi (laptop, notebook, ipad, smartboard, termasuk internet) ke dalam seluruh proses pembelajarannya. Sekolah abad 21 harus menyediakan suatu lingkungan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan sikap ingin tahunya, mengajarkan keterampilan-keterampilan yang bermanfaat untuk kehidupan siswa di masa depan dan memungkinkan mereka untuk mempraktekan kemampuan untuk bekerja secara kolaboratif di dalam tim untuk mencari tahu, memecahkan masalah, membuat dan mengkomunikasikan hasil pekerjaan mereka melalui wadah dan bentuk yang paling sesuai dengan kondisi dan kapasitas anak abad 21 yang digital-based.

            Adapun peranan media pembelajaran yaitu, Pada saat mengajar, para guru sering dihadapkan pada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan bagaimana cara mempermudah belajar siswa. Guru atau instruktur perlu memberi kemudahan atau fasilitasi dalam menyampaikan informasi. Sebaliknya, siswa atau pebelajar yang memperoleh kemudahan dalam menerima informasi akan belajar lebih bergairah dan termotivasi. Dalam usaha membantu siswa untuk memperoleh kemudahan belajarnya, ada banyak unsur atau elemen yang harus diperhatikan. Unsur-unsur itu adalah tujuan yang ingin dicapai, karakteristik siswa, isi bahan yang dipelajari, cara atau metode atau strategi yang digunakan, alat ukur atau evaluasi, serta balikan. Walaupun, semua unsur telah diseleksi pada dasarnya kita kembali pada apa tujuan yang ingin dicapai. Dan tujuan itu sendirilah yang akhirnya menjadi tumpuan akhir aktivitas pembelajaran. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa banyak unsur yang berpengaruh untuk mempermudah siswa dalam memperoleh pengetahuan atau informasi. Salah satu unsur itu adalah media pembelajaran. Pentingnya kehadiran media pembelajaran tentunya sangat tergantung pada tujuan dan isi atau substansi pembelajaran itu sendiri. Kehadiran media dalam pembelajaran juga ditentukan oleh cara pandang atau paradigma kita terhadap sistem pembelajaran. Media memiliki berbagai peran dalam aktivitas pembelajaran. Selama ini, pembelajaran mungkin lebih banyak tergantung pada keberadaan guru. Dalam situasi demikian, media mungkin tidak banyak digunakan oleh guru. Atau, apabila digunakan media hanya sebatas sebagai “alat bantu” pembelajaran. Pandangan demikian ini mengisyaratkan tidak adanya upaya pemberdayaan media dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran yang dirancang secara memadai dapat meningkatkan dan memajukan belajar dan memberikan dukungan pada pembelajaran yang berbasis guru dan tingkat keefektifan media pembelajaran tergantung pada guru itu sendiri. Media juga berfungsi secara efektif dalam konteks pembelajaran yang berlangsung tanpa menuntut kehadiran guru. Media sering dalam bentuk “kemasan” untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam situasi seperti ini, tujuan telah ditetapkan, petunjuk atau pedoman kerja untuk mencapai tujuan telah diberikan, bahan-bahan atau material telah disusun dengan rapih, dan alat ukur atau evaluasi juga disertakan. Bahan belajar dalam pembelajaran model ini disebut juga sebagai, “self contained materials.” Bahan belajar ini berperan juga sebagai media. Media pembelajaran yang mempersyaratkan situasi seperti di atas dapat berwujud modul, paket belajar, kaset dan perangkat lunak komputer yang dipakai oleh siswa (pebelajar) atau peserta pelatihan. Dalam kondisi ini, guru atau instruktur berfungsi sebagai fasilitator pembelajaran.























BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Model konvensional adalah suatu pembelajaran yang mana dalam proses belajar mengajar dilakukan dengan cara yang lama, yaitu dalam penyampaian pelajaran pengajar masih mengandalkan ceramah. Pada pola pembelajaran konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih sering diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa. Dalam model pembelajaran konvensional, guru di sekolah umumnya memfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan kepada para siswa tanpa memperhatikan prakonsepsi (prior knowledge) siswa atau gagasan-gagasan yang telah ada dalam diri siswa sebelum mereka belajar secara formal di sekolah.
Pada pola pembelajaran bermedia guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber informasi bagi kegiatan pembelajaran para siswa. Akan tetapi siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai media. Saat ini dan di masa yang akan datang, guru tidaklah hanya sebagai pengajar tetapi dia harus mampu berperan sebagai director of learning yaitu sebagai pengelola belajar yang memfasilitasi kegiatan belajar siswa melalui pemanfaatan dan pengoptimalan berbagai sumber belajar.



DAFTAR PUSTAKA







1 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus