PERILAKU DAN PRIBADI ANAK USIA
SEKOLAH DASAR
Trias Dini Apriliana dan Leni
Agustini
ABSTRAK
Usia anak sekolah dasar adalah anak yang memiliki umur 6 sampai 12 tahun yang masih
duduk di sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6 dan perkembangan sesuai usianya.
Kepribadian merupakan susunan sistem-sistem psikofisik yang dinamai dalam diri
suatu individu yang menentukan penyesuaian individu yang unik terhadap
lingkungan. Adanya perubahan dalam kepribadian menekankan bahwa perubahan dapat
terjadi dalam kualitas perilaku seseorang. “Susunan” mengandung arti bahwa
kepribadian tidak di bangun dari berbagai ciri yang satu ditambahkan pada yang
lain begitu saja, melainkan ciri-ciri ini saling berkaitan. Beberapa ciri
bertambah menjadi dominan dan yang lain berkurang, sejalan dengan perubahan
yang terjadi pada anak dan dalam lingkungan. Perilaku merupakan perbuatan/tindakan
dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat
oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya. Perilaku diatur oleh prinsip
dasar perilaku yang menjelaskan bahwa ada hubungan antara perilaku manusia
dengan peristiwa lingkungan. Perubahan perilaku dapat diciptakan dengan merubah
peristiwa didalam lingkungan yang menyebabkan perilaku tersebut. Kepribadian dan perilaku anak usia sekolah dasar masih
dapat dirubah, adapun struktur kepribadian ialah pribadi itu selalu ada dalam
lingkungannya dan tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya. Orang tua harus ikut berperan aktif dalam
pembentukan perkembangan perilaku dan kepribadian anak baik di lingkungan rumah
maupun di luar rumah.
Kata Kunci : Perilaku, pribadi dan anak usia sekolah dasar.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Psikologi memandang
perilaku manusia (Human Behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana
maupun bersifat kompleks. Sikap selalau dikaitkan dengan perilaku yang berada
dalam batas kewajaran dan kenormalan yang merupakan respons atau reaksi
terhadap stimulus lingkungan sosial.
Salah satu karakteristik reaksi perilaku
manusia yang menarik adalah sifat diferensialnya. Maksudnya, satu stimulus
dapat menimbulkan lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus
yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama. Karakteristik
individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat
kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian
berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. (Drs. Saifuddin, MA, 2005).
Psikologi kepribadian adalah termasuk
psikologi khusus, yang membahas tentang kehidupan seseorang sebagai pribadi,
yang merupakan segi lain daripada segi sosial manusia. Sesuai dengan
kedudukannya itu, maka psikologi kepribadian dapat dirumuskan sebagai :
psikologi yang khusus membahas kepribadian utuh, artinya yang dipelajari adalah
seluruh pribadinya, bukan hanya pikirannya, perasaannya, dan sebagainya,
melainkan secara keseluruhannya, sebagai paduan antara kehidupan jasmani dan
rohani usia anak di sekolah dasar. Psikologi kepribadian yang berobyek kepada
faktor pribadi, secara teoritis, masih dapat berubah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan perilaku?
2.
Apa yang dimaksud kepribadian?
3.
Apakah moral termasuk dalam perilaku?
4.
Bagaimana memperlajari perilaku moral?
5.
Bagaimana cara untuk mendisiplinkan
anak?
Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan perilaku
2.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan kepribadian
3.
Untuk mengetahui moral yang termasuk
dalam perilaku
4.
Untuk mengetahui cara mempelajari
perilaku
5.
Untuk mengetahui cara mendisiplinkan
anak
Landasan Teori
Psikologi memandang perilaku manusia (Human
Behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat
kompleks. Sikap selalau dikaitkan dengan perilaku yang berada dalam batas
kewajaran dan kenormalan yang merupakan respons atau reaksi terhadap stimulus
lingkungan sosial.
Psikologi
kepribadian adalah termasuk psikologi khusus, yang membahas tentang kehidupan
seseorang sebagai pribadi, yang merupakan segi lain daripada segi sosial
manusia. Sesuai dengan kedudukannya itu, maka psikologi kepribadian dapat
dirumuskan sebagai : psikologi yang khusus membahas kepribadian utuh, artinya
yang dipelajari adalah seluruh pribadinya, bukan hanya pikirannya, perasaannya,
dan sebagainya, melainkan secara keseluruhannya, sebagai paduan antara
kehidupan jasmani dan rohani usia anak di sekolah dasar. Psikologi kepribadian
yang berobyek kepada faktor pribadi, secara teoritis, masih dapat berubah.
Perilaku
yang dapat disebut “moralitas yang sesungguhnya” tidak saja sesuai dengan
standar sosial melainkan juga dilaksanakan secara sukarela. Ia muncul bersamaan
dengan peralihan kekuasaan eksternal ke internal dan terdiri atas tingkah laku
yang diatur dari dalam, yang dissertai perassaan tanggung jawab pribadi untuk
tindakan masing-masing. Ia mencakup pemberian pertimbangan primer pada
kesejahteraan kelompok dan penempatan keinginan atau keuntungan pribaddi pada
tempat kedua. Moralitas yang sesungguhnya jarang ditemukan pada anak, tetapi ia
harus muncul selama masa remaja. (Elizabeth B. Hurlock, (Jilid 2) 1978 : 75).
Perkembangan
moral mempunyai aspek kecerdasan dan aspek impulsif. Anak harus belajar apa
saja yang benar dan yang salah. Selanjutnya, segera setelah mereka cukup besar,
mereka harus diberi penjelassan mengapa ini benar dan itu salah. Merka juga
harus mempunyai kesempatan untuyk mengambil bagian dalam kegiatan kelompok
sehingga mereka dapat belajar mengenai harapan kelompok. Lebih penting lagi,
mereka harus mengembangkan keinginan untuk melakukan hal yang benar, bertindak
untuk kebaikan bersama menghindari yang salah. Ini dapat dicapai dengan hasil
yang paling baik dengan mengaitkan reaksi menyenangkan dengan hal yang salah.
Untuk menjamin kemauan bertindak sesuai dengan cara yang diinginkan masyarakat,
anak harus menerima persetujuan kelompok.
Metode
mempelajari perilaku moral.
1.
Belajar dengan coba ralat
Bila
anak belajar untuk bersikap sesuai dengan apa yang diterima secara sosial oleh
masyarakat dengan cara coba ralat, mereka melakukannya dengan mencoba suatu
pola perilaku untuk melihat apakah itu memenuhi standar sosial dan memperoleh
persetujuan sosial. Bila tidak, mereka mencoba metode lain dan seterusnya
hingga suatu saat secara kebetulan dan buka karena direncanakan, mereka
menemukan metode yang memberi hasil yang diinginkan. Metode ini menghabiskan
waktu dan tenaga , dan hasil akhirnya seringkali jauh dari memuaskan.
2.
Pendidikan langsung
Dalam
belajar berperilaku sesuai dengan tuntutan masyarakat, anak pertama-tama harus
belajar memberi reaksi tertentu yang tepat dalam situasi tertentu. Ini mereka
lakukan dengan mematuhi peraturan yang diberikan orang tua dan orang lain yang
berwenang. Bila aspek objektif dari berbagai situasi itu serupa, anak
mengalihkan pola perilaku yang telah dipelajarinya dalam situasi ke situasi
lain yang serupa. Sebaliknya, bila aspek objektif tersebut berbeda, anak akan
gagal melihat bagaimana hal yang mereka pelajari dalam satu situasi dapat
diterapkan kesituasi yang lain.
3.
Identifikasi
Bila
anak mengidentifikasi dengan orang yang dikaguminya, mereka meniru pola
perilaku dari orang tersebut, biasanya secara tidak sadar dan tanpa tekanan
dari mereka. Identifikasi sebagai sumber belajar perilaku moral semakin penting
tatkala anak bertambah besar dan melawan terhadap disiplin dirumah dan
disekolah. Memiliki seseorang untuk identifikasi diri akan mengisi kesenjangan
dan memberi pegangan yang diperlukan bagi perkembangan perilaku moral.
(Elizabeth B. Hurlock, (Jilid 2) 1978 : 81).
Arti
perilaku.
1.
Perilaku moral
Perilaku
moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. “moral”
berasal dari kata latin mores , yang berarti tata cara,
kebiasaan, dan adat. Perilaku moral dikendalikan konsep-konsep moral –
peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan
yang menentukan pola perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok.
2.
Perilaku tak bermoral
Perilaku
tak bermoral ialah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial. Perilaku
demikian tidak disebabkan ketidak acuhan akan harapan sosial melainkan ketidak
setujuan dengan standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan
diri.
3.
Perilaku amoral
Perilaku
amoral atau nonmoral lebih disebabkan ketidakacuhan terhadap harapan kelompok
sosial daripada pelanggaran sengaja terhadap standar kelompok. Beberapa di
antara perilaku salah anak kecil lebih bersifat amoral daripada tak bermoral.
(Elizabeth B. Hurlock, (Jilid 2) 1978 : 74).
Beberapa
kebutuhan masa kanak-kanak yang dapat diisi oleh disiplin.
1. Disiplin
memberikan anak rassa aman dengan memberitahukan apa yang boleh dan yang tidak
boleh dilakukan.
2. Dengan
membantu anak menghindari perasaan bersalah dari rasa malu akibat perilaku yang
salah – perasaan yang pasti mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian
yang buruk, disiplin memungkinkan anak hidup menurut standar yang disetujui
kelompok sosial dan dengan demikian memperoleh persetujuan sosial.
3. Dengan
disiplin anak belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian yang
akan ditafsirkan anak sebagai tanda kasih sayang dan penerimaan. Hal ini
esensial bagi penyesuaian yang berhasil dan kebahagiaan.
4. Disiplin
yang sesuai dengan perkembangan berfungsi, sebagai motivasi pendorog ego yang
mendorong anak mencapai apa yang diharapkan darinya.
5. Disiplin
membantu anak mengembangkan hati nurani, “ suara dari dalam” pembimbing dalam
pengambilan keputusan dan pengendalian perilaku.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi cara mendisiplin.
1.
Kesamaan dengan disiplin yang digunakan
orang tua
Bila
orang tua dan guru merasa bahwa orang tua mereka berhasil mendidik mereka
dengan baik, mereka menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuhan
mereka, bila mereka merasa teknik yang digunakan orang tua mereka salah,
biasanya mereka beralih ke teknik berlawanan.
2.
Pemyesuaian dengan cara yang disetujui
kelompok
Semua
orang tua dan guru, tetapi terutama mereka yang muda dan tidak berpengalaman,
lebih dipengaruhi oleh apa yang anggota kelompok mereka dianggap cara sebagai
“terbaik” daripada oleh pendirian mereka sendiri mengenai apa yan terbaik.
3.
Usia orang tua atau guru
Orang
tua dan guru yang muda cenderung lebih demokratis dan permisif dibandingkan
dengan mereka yang lebih tua. Mereka cenderung mengurangi kendali tatkala anak
menjelang masa remaja.
4.
Pendidikan untuk menjadi orang tua atau
guru
Orang
tua yang telah mendapat kursus dalam mengasuh anak dan lebih mengerti anak dan
kebutuhannya lebih menggunakan teknik demokratis dibandingkan orang tua yang
tidak mendapat pelatihan demikian.
5.
Jenis kelamin
Wanita
pada umumnya lebih mengerti anak dan kebutuhannya dibandingkan pria, dan mereka
cenderung kurang otoriter. Hal ini berlaku untuk orang tua dan guru maupun
untuk para pengaruh lainnya.
6.
Status sosioekonomi
Orang
tua dan guru kelas menengah dan rendah cenderung lebih keras, memaksa, dan
kurang toleran dibandingkan mereka yang dari kelas atas, tetapi mereka lebih
konsisten. Semakin berpendidikan, semakin mereka menyukai disiplin demokratis.
7.
Konsep mengenai peran orang dewasa
Orang
tua yang mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua,
tradisional mengenai peran orang tua, cenderung lebih otoriter dibandingkan
orang tua yang telah menganut konsep yang lebih modern. Guru yang yakin bahwa
harus ada tata cara yang kaku dalam kelas lebih banyak menggunakan disiplin
otoriter dibandingkan guru yang mempunyai konsep mengajar yang demokratis.
8.
Jenis kelamin anak
Orang
tua pada umumnya lebih keras terhadap anak permpuan daripada terhadap anak
laki-lakinya. Brgitu pula para guru cenderung lebih keras terhadap anak
perempuan.
9.
Usia anak
Disiplin
otoriter jauh lebih umum digunakan untuk anak kecil daripada untuk mereka yang
lebih besar. Apa pun teknik yang disukai, kebanyakan orang tua dan guru merasa
bahwa anak kecil tidak dapat mengerti penjelasan, sehingga mereka memusatkan
perhatian mereka pada pengendalian otoriter.
10.
Situasi
Ketakutan
dan kecemasan biasanya tidak diganjar hukuman, sedangkan sikap menantang,
negativisme, dan agresi kemungkinan lebih mendorong pengendalian yang otoriter.
Fungsi
disiplin yang bermanfaat dan tidak bermanfaat.
a.
Fungsi yang bermanfaat
·
Untuk mengajar anak bahwa perilaku
tertentu selalu akan diikuti hukuman, namun yang lain akan diikuti pujian.
·
Untuk mengajar anak satu tingkatan
penyesuaian yang wajar, tanpa menuntut konformitas yang berlebihan.
·
Untuk membantu anak mengembangkan
pengendalian diri dan pengarahan diri sehingga mereka dapat mengembangkan hati
nurani untuk membimbing tindakan mereka.
b.
Fungsi yang tidak bermanfaat
·
Untuk menakut-nakuti anak
·
Sebagai pelampiasan agresi orang yang
mendisiplin.
Kepribadian menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi konsep anak. Anak-anak memandang kehidupan
dengan menggunakan suatu keraangka acuan, di mana mereka memainkan peranan
sentral. Mereka yang penyesuaian dirinya baik memandang diri mereka, kemampuan
dan hubungan mereka, dengan massyarakat secara realistis tentang diri mereka dan orang lain.
Pengaruh
penyesuaian sosial dan pribadi anak terdapat pengaruhnya terhadap perilaku
orang lain. Anak yang berbicara cukup baik dan dengan keyakinan dapat
mempengaruhi teman sebayanya, untuk berbuat seperti yang dikehendakinya, lebih
baik ketimbang anak yang berbicara ragu-ragu dan dengan perbendaharaan kata
terbatas atau tata bahasanya jelek. Salah satu karakteristik anak yang akan
menjadi pemimpin adalah kemampuan bicaranya lebih baik ketimbang anggota
kelompok lainnya. (Elizabeth B. Hurlock, (Jilid 1) 1978 : 178).
Kepribadian
manjadi salah satu faktor yang mempengaruhi rasa takut pada anak-anak. Anak
yang emosinya tidak tenteram cenderung lebih mudah merasa takut dibandingkan
dengan anak yang tenteram. Anak yang berkepribadian ekstrovert
belajar-rasa-takut-lebih-banyak dengan cara menirukan orang lain dibandingkan
dengan anak berkepribadian introvert. (Elizabeth B. Hurlock, (Jilid 1) 1978 : 217).
Dampak
dukacita terhadap penyesuaian pribadi dan sosial.
·
Dukacita dapat menyebabkan
timbulnya perasaan teraniaya jika anak
menafsirkan kehilangan mereka sebagai hukuman terhadap kenakalan mereka.
·
Anak yang merasa dukacita dapat menjadi
kesal jika mereka beranggapan bahwa sebetulnya orang tua mereka atau orang lain
dapat mencegah terjadinya kehilangan tersebut.
·
Dukacita dapat mendorong anak untuk
melarikan diri dari kenyataan dengan cara melamun atau berpikir untuk bunuh
diri.
·
Dukacita akan menghambat pencapaian
prestasi jika anak-anak sangat merenungkan kehilangan mereka sehingga tidak
dapat memusatkan pikiran pada hal-hal yang mereka kerjakan.
·
Dukacita mungkin dapat diperkuat oleh
kecemasan dengan semua dampaknya yang merusak.
Pengaruh
pengalaman sosial awal.
- Perilaku
sosial yang menetap
Karena
pola perilaku yang dipelajari pada usia dini cenderung menetap, hal ini mempengeruhi
perilaku dalam situasi sosial pada usia selanjutnya. Jika pola ini menghasilkan
penyesuaian sosial yang baik, hal ini merupakan suatu keuntungan, tetapi jika
tidak, hal ini akan menimbulkan kerugian sosial.
- Sikap
sosial yang menetap
Sekali
sikap terbentuk, lebih sukar mengubahnya dibandingkan dengan mengubah perilaku.
Oleh karena itu, anak-anak yang lebih memilih interaksi dengan manusia daripada
dengan benda akan mengembangkan keterampilan sosial sehingga lebih populer
dikalangan teman sebaya dibandingkan dengan anak yang mempunyai sikap kurang
baik terhadap aktivitas sosial.
- Pengaruh
terhadap pola khas perilaku
Pengalaman
sosial awal menentukan apakah anak akan menjadi cenderung sosial, tidak sosial
atau anti sosial dan apakah anak akan menjadi seorang pemimpin atau seorang
pengikut.
- Pengaruh
terhadap kepribadian
Pengalaman
sosial awal meninggalkan kesan pada kepribadian anak, kesan yang mungkin akan
menetap sepanjang hidup. Sikap yang positif terhadap diri sendiri lebih sering
dijumpai pada orang yang pengalaman sosial awalnya menyenangkan.
Mulanya
terbentuk perilaku sosial. Sosialisasi dalam bentuk perilaku yang suka bergaul
dimulai pada bulan ketiga, tatkala bayi dapat membedakan antara manusia dan
benda di lingkungan mereka dan mereka bereaksi secara berbeda terhadap
keduanya. Pada saat itu otot mereka cukup kuat dan terkordinasi sehingga
memungkinkan untuk menatap orang atau benda dan mengikuti gerak atau benda
tersebut, dan melihat sasarn dengan jelas. (Elizabeth B. Hurlock, (Jilid 1) 1978
: 259).
Pola
perilaku dalam situasi sosial pada masa kanak-kanak awal.
1.
Kerjasama
Semakin
banyak kesempatan yang mereka miliki untuk melakukan sesuatu bersama-sama,
semakin cepat mereka belajar melakukannya dengan cara bekerjasama.
2.
Persaingan
Jika
persaingan merupakn dorongan bagi anak-anak untuk berusaha sebaik-baiknya, hal
itu akan menambah sosialisasi mereka.
3.
Kemurahan hati
Kemurahan
hati sebagaiimana terlihat pada kesediaan untuk berbagi sesuatu dengan anak
lain, meingkat dan sikap mementingkan diri sendiri semakin berkurang setelah
anak belajr bahwa kemurahan hati menghasilkan penerimaan sosial.
4.
Hasrat akan penerimanan sosial
Jika
hasrat untuk diterima kuat, hal itu mendorong anak untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan sosial.
5.
Simpati
Anak
kecil tidak mampu berperilaku simpati sampai mereka pernah mengalami situasi
yang mirip dengan dukacita. Mereka mengekpresikan simpati dengan berusaha
menolong atau menghibur seseorang yang sedang bersedih.
6.
Empati
Empati
kemampuan menetapkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan menghayati
pengalaman orang tersebut.
7.
Ketergantungan
Ketergantungan
terhadap orang lain dalam hal bantuan, perhatian, dan kasih sayang mendorong
anak untuk berperilaku dalam cara yang diterima secara sosial.
8.
Sikap ramah
Anak
kecil memperlihatkan sikap ramah melalui kesediaan melakukan sesuatu untuk atau
bersama anak/orang lain dan dengan mengekpresikan kasih sayang kepada mereka.
9.
Sikap tidak mementingkan diri sendiri
Anak
yang mempunyai kesempatan dan mendapat dorongan untuk membagi apa yang mereka
miliki dan yang tidak terus menerus menjadi pusat perhatian keluarga, belajar
memikirkan orang lain dan berbuat untuk orang lain dan bukannya hanya
memusatkan perhatian pada kepentingan dan milik mereka sendiri.
10.
Meniru
Dengan
meniru seseorang yang diterima baik oleh kelompok sosial, anak-anak
mengembangkan sifat yang menambah penerimaan kelompok terhadap diri mereka.
11.
Perilaku kelekatan
Dari
landasan yang diletakkan pada masa bayi, yaitu tatakala bayi mengembangkan
suatu kelekatan yang hangat dan penuh cinta kasih kepada ibu atau pengganti
ibu, anak kecil mengalihkan pola perilaku ini pada anak/orang lain dan belajar
membina persahabatan dengan mereka.
Menurut Soekidjo Notoatmojo (Darmawan, T. (2012)). Usia 6-12 tahun anak sudah memiliki dunia sekolah yang lebih serius
walaupun ia tetap seorang anak dengan dunia yang khas, masa ini ditandai dengan
perubahan dalam kemampuan dan perilaku. Pertumbuhan dan perkembangan anak
membuatnya lebih siap untuk belajar dibanding sebelumnya, anak juga mengembangkan
keinginan untuk melakukan berbagai hal dengan baik bahkan bila mungkin enggan
sempurna. Karakteristik anak usia sekolah jelas berbeda dengan anak prasekolah
sehingga orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda dibandingkan
sebelumnya ketika anak masih duduk di Taman Kanak-Kanak. Karena waktu anak
sekarang lebih banyak dilewatkan diluar rumah sehingga orang tua khawatir anak
tercemar pengaruh yang tidak diinginkan. Perkembangan anak sekolah meliputi
perkembangan kognitif dan sosial emosi. (Darmawan, T,
2012).
1. Perkembangan Kognitif
Anak usia
10-12 tahun atau praremaja sudah mulai menggunakan logikanya Karen amereka
sudah mahir berhitung dan kemampuan ini dapat diterapkan dalam kehidupan setiap
hari. Mereka juga mulai bisa diberi pengertian untuk menghemat dengan
memberitahukan secara garis besar pemasukan dan pengeluaran keluarga setiap
bulan anak juga semakin mamapu merencanakan perilaku yang terorganisir, temasuk
menerima rencana atau tujuan beraktivitas dan menghubungkan pengetahuan serta
tindakan dalam rencana tesebut. Perkembangan kognitif pada akhir usia sekolah
adalah pencapaian prestasi dan sebagian anak juga memiliki motivasi yang amat
tinggi untuk mencapai sukses dan berusaha keras untuk mencapainya.
2. Perkembangan Sosial Emosi
Akhir usia
sekolah anak sudah memiliki kemampuan untuk mengontrol dirinya dalam berempati
dan merefleksi dirinya terhadap perilaku dan interaksinya. Menurut piaget anak
usia praremaja mulai belajar melihat dunia luar dari kacamata mereka sendiri
karena masalah yang dihadapi saat anak duduk dikelas 4,5, dan 6 Sekolah Dasar
pada umumnya adalah kesulitan berhubungan dengan orang dewasa selain anggota
keluarganya. Persaingan dapat memberi pengaruh positif bagi perkembangan sosial
ekonomi anak karena saat anak duduk dikelas 4-6 SD anak telah memandang
kegagalan atau keberhasilannya dengan penuh percaya diri.
Kesimpulan
Perilaku dan
kepribadian masih memiliki hubungan dan keterkaitan antara satu dengan yang
lainnya. Karakteristik anak usia
sekolah jelas berbeda dengan anak prasekolah sehingga orang tua perlu melakukan
pendekatan yang berbeda dibandingkan sebelumnya ketika anak masih duduk di
Taman Kanak-Kanak. Karena waktu anak sekarang lebih banyak dilewatkan diluar
rumah sehingga orang tua khawatir anak tercemar pengaruh yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sujanto, Agus (2009). Psikologi
Kepribadian. Jakarta : Bumi Aksara.
Saifuddin (2005). Sikap
Manusia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hurlock, Elizabeth B
(Jilid 1). Psikologi Kependidikan. Jakarta
: Erlangga
Hurlock, Elizabeth B
(Jilid 2). Psikologi Kependidikan. Jakarta
: Erlangga
Darmawan, T. (2012). Konsep Psikologi. [Online]. Tersedia : http://tiya-darmawan.blogspot.com/2012/12/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html. [30 Oktober 2014]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar